Laman

Rabu, 20 Agustus 2014

Tugas Artikel FKIP Sastra dan Bahasa Indonesia.



Mengapa Harus Ada FKIP?


            Beberapa tahun lalu, di dekade 90-an, sempat muncul sebuah wacana penghapusan FKIP di Perguruan Tinggi. Salah satu alasan yang diungkapkan adalah bahwa tanpa FKIP, ilmu pengetahuan bisa di ajarkan oleh ilmuwan-ilmuwan lulusan dari berbagai  fakultas. Semua lulusan dari berbagai fakultas dapat mengajarkan ilmunya di lembaga-lembaga pendidikan formal. Lulusan dari Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) bisa  mengajarkan mata pelajaran Sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaraan, misalnya. Atau lulusan dari Fakultas Ekonomi bisa  mengajar mata pelajaran Ekonomi dan Akuntansi. Hanya tinggal menambah mata kuliah metode atau teknik mengajar, para lulusan dari berbagai Fakultas itu sudah siap menjadi guru dari Ilmu Pengetahuan sesuai jurusannya.

            Tentu saja wacana ini mendapat tanggapan pro dan kontra baik di kalangan para akademisi maupun ditengah  masyarakat umum.
            Seorang Ibu yang merupakan lulusan dari FKIP menyatakan “memang mudah jadi guru….”. Dengan nada keberatan FKIP di hapus dan seolah profesi guru dianggap enteng saja.
            Kukira pendapat ibu itu benar juga. Menjadi seorang guru tidaklah mudah, karena seorang guru bukan saja bertugas sebagai tenaga pengajar di lembaga-lembaga Pendidikan formal, tetapi sekaligus Ia di tuntut untuk bisa memerankan diri sebagai pendidik dan tauladan bagi para siswanya. Lebih dari itu seorang guru juga adalah orang tua di sekolah bagi para siswanya. Serta ia berperan sebagai seorang Pembina dan seorang motivator sebagai penyempurnaan tugasnya menjadi guru.
            Menjadi seorang pendidik artinya selain bertugas mengajar Ilmu Pengetahuan pada mata pelajaran tertentu di kelas, seorang guru di tuntut mampu mengajarkan adab atau etika yang dalam agama islam terkait dengan mempersiapkan akhlak siswa sebagai peserta didik. Bagaimana seharusnya siswa berperilaku dalam interaksinya dengan lingkungan sosial di sekitarnya, bagaimana seharusnya siswa berbuat untuk dirinya dan masa depan pengabdiannya di tengah-tengah masyarakat bangsanya.
            Sebagai seorang guru, mendidik para siswa dan mengantarkannya kepada terbentuknya perilaku-perilaku dan perbuatan-perbuatan sehingga menjadi pribadi mulia. Untuk itu ia tentu harus pula membina dirinya sendiri mejadi teladan bagi anak-anak didiknya. Sebab salah satu unsur yang mempengaruhi keberhasilan dalam pendidikan yang di anggap penting oleh para pakar pendidikan adalah unsur keteladanan pendidik. Maka bagaimana ia akan mendidik para siswa mengenai adab dan etika sementara pribadinya sendiri memiliki akhlak belum baik.
            Guru juga di tuntut mampu berperan sebagai orang tua bagi siswanya ketika siswa berada di sekolah. Meski siswa berada di sekolah hanya beberapa jam saja di setiap harinya, tetapi justru waktu itu harus di efektifkan oleh para guru dalam medidik siswanya. Hubungan berdasar kasih sayang layaknya orang tua dan anak akan lebih efektif dalam menjalankan proses pendidikan. Tentu tanpa mengesampingkan sikap profesional dan obyektif dalam mengajar. Antara guru dan murid haruslah memiliki dan berusaha membangun hubungan emosi berupa kedekatan dengan siswa layaknya orang tua dan anak.
            Untuk meyempurnakan peran-peran tersebut di atas seorang guru harus membangun dirinya menjadi seorang Pembina yang berperan mengawasi atau memantau kondisi siswa secara keseluruhan serta berkelanjutan, mengawalnya dengan baik sejak awal masa pendidikan sampai berakhirnya masa pendidikan.
            Sebagai motivator peran seorang guru di harapkan mampu member wawasan sekaligus dorongan semangat belajar bagi para siswa, mengantarkan mereka kepada kesuksesan di akhir pendidikannya.
            Jadi, benar kan apa yang di ungkapkan ibu tadi? “memang mudah jadi guru…”. Artinya ternyata tidak mudah jadi guru, karena perlu banyak yang di persiapkan. Benar, menguasai ilmu pengetahuan secara profesional sebagai seorang ilmuwan bisa di dapat oleh semua lulusan fakultas apapun, tetapi tugas seorang guru tidaklah cukup dengan itu saja. Perlu persiapan dengan menyiapkan mereka menjadi seorang tenaga pegajar dan itu tidak cukup dengan hanya memberikan mereka mata kuliah metode belajar mengajar. Perlu penempaan diri calon guru lebih dalam dan serius dalam mempersiapkan mahasiswa-mahasiswa FKIP. Agar mereka siap mengabdi sebagai guru seutuhnya. Yaitu seorang guru yang professional, yang bisa berperan sebagai ilmuwan, serta berperan sebagai pendidik, tauladan, memerankan kasih sayang orang tua, sekaligus Pembina dan motivator bagi para siswanya.ia memiliki dedikasi tinggi terhadap profesinya degan semangat pengabdian, besikap tulusmempersiapkan para siswanya menjadi orang-orang yang sukses
            Apakah FKIP kita siap untuk semua ini? Apakah selama ini sudah mampu mempersiapkan para mahasiswanya menjadi guru-guru seutuhnya?. Apakah aku akan mampu mempersiapkan diri sebagai mahasiswa FKIP yang akan di persiapkan menuju kesuksesan guru seutuhnya?. Harapan ini begitu besar. Semoga Allah memudahkan.
            (tulisan ini aku kembangkan dari sebuah opini seorang guru ibunda pendidik, teladan, Pembina, motivator. Terimakasih sudah menginspirasi)

Malang, 24 Juli 2014

Fadhlah Ulinnuha
201410080311090
Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, UMM.
             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar